BAKTERI PENGHASIL LAIN-LAIN (VFA)

BAKTERI PENGHASIL LAIN-LAIN (VFA)
 
PAPER

Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah
Dasar Nurtisi Ternak

Pembina : Prof.Dr.Ir.Hartutik,MP

oleh :
Siti Sunami     (135050101111140)


 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS PETERNAKAN
JUNI 2014
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas berkat dan pertolongan-Nya saya dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “Bakteri Penghasil Lain-Lain (VFA)”.
Paper ini disusun guna mengetahui proses fermentasi yang terjadi dalam rumen untuk mengubah bahan makanan yang dikonsumsi ternak terutama hijauan dalam bentuk VFA yang berguna sebagai sumber energi bagi pertumbuhan mikroba rumen. Dengan segala kerendahan hati saya menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan paper ini. Semoga paper yang saya susun dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.


















Malang, 3 Juni 2014


Penulis

PENDAHULUAN

Bakteri rumen dapat diklasifikasikan beradsarkan substrat utama yang digunakan karena sulit mengklasifikasikan berdasar morfologinya. Beberapa jenis bakteri antara lain: bakteri pencerna selulosa, Bakteri pencerna hemiselulosa, Bakteri pencerna pati, Bakteri pencerna gula, Bakteri pencerna protein. Sedangkan Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna. 
Jumlah bakteri rumen mencapai 1010-11. Jumlah protozoa mencapai 105-6­. Fungi berjumlah 10­2-3. Di rumen terjadi pencernaan protein,  polisakarida dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Isi rumen dan retikulum cenderung membentuk tiga lapisan. Lapisan yang paling bawah (paling ventral) terdiri terutama dari cairan yang berisi bahan-bahan yang setengah tercerna, termasuk biji-bijian. Lapis tengah adalah partikel - partikel makanan paling akhir masuk ke dalam rumen dan belum tercelup sepenuhnya. Lapis yang paling dorsal terutama terdiri dari gas karbondioksida dan metan, yang diproduksi terus menerus oleh mikroba.
Serat kasar menjadi sangat penting untuk ternak ruminansia, bahan ini digunakan dalam membantu proses pencernaan makanan. Disamping itu, serat kasar pada ruminansia juga akan didegradasi dalam rumen dengan bantuan bakteri, protozoa, dan jamur. Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi yang akan menghasilkan produk berupa VFA.
Penggunaan hijauan berbagai hijauan pakan dalam ransum ternak ruminansia akan mempengaruhi produksi VFA terutama asetat, propionat dan butirat yang berguna sebagai sumber energi bagi ternak itu sendiri. Masing-masing bahan pakan akan memproduksi panas metabolisme terutama pakan berserat kasar tinggi (structural) dimana dalam fermentasi pakanakan cenderung mengarah pada produksi VFA asetat dan butirat yang cenderung memiliki panas metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan propionat.
Oleh karena itu dibutuhkan pemilihan bahan pakan ternak ruminansia yang tepat yang memberikan produksi propionat terbaik dengan produksi panas yang rendah.




























PEMBAHASAN
                                         
Makanan ternak ruminansia yang utama yaitu hijauan yang mengandung banyak selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kandungan selulosa dan hemiselulosa diperkirakan sekitar 40% dari bahan kering. Selulosa dan hemiselulosa tidak bisa terhidrolisis oleh enzim yang terdapat pada usus halus, tetapi terhidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh enzim mikrobia.
Sebagain besar karbohidrat akan terfermentasi menjadi volatil fatty acid (VFA) oleh mikrobia selulolitik dalam rumen, VFA tersusun dari asam asetat, propionat dan butirat.
Bakteri selulolitik yang dominan dalam rumen adalah spesies Butyrivibrio fibriosolvens, Fibribactersuccinogenes, R. Albus, R. flavefaciens merupakan mikrobia seluloltik yang mendominasi fermentasi selulosa.
Fibrobacter succinogenes merupakan salah satu bakteri selulolitik rumen berbentuk basil dan bersifat gram negatif. Seperti halnya bakteri rumen lainnya, F.succinogenes membutuhkan kondisi anaerob untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. F. succinogenes termasuk kelompok bakteri mesophyl yang memiliki kisaran suhu optimum 25o– 40oC, bakteri ini tidak mampu membentuk spora bila kondisi lingkungan tidak sesuai lysis pada umumnya terjadi pada fase stationer dimana bakteri membutuhkan nutrisi lebih banyak, tetapi F.succinogenes mengalami lysis lebih cepat. Pada kondisi stress, peptidoglycan dideposit pada permukaan terdalam dan tertua, permukaan luar kemudian dipotong oleh enzym otolitik. Proses sintesis dan degradasi yang terus-menerus menyebabkan stress ditransfer ke bagian-bagian yang baru saja mensintesis peptidogylcan (Suryapratama,W.dkk.2011). Hasil fermentasi karbohidrat oleh F. succinogenes adalah suksinat, asetat dan format. Asetat, format, H2 dan CO2 merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat oleh Ruminococcus albus. Seperti halnya F. succinogenes, R. albus merupakan bakteri gram negatif. Ruminococcus memproduksi sejumlah besar enzym selulase (>2.000.000 berat molekul) yang diekskresikan kedalam rumen untuk mendegradasi selulosa. Pada kondisi substrat selulosa yang terbatas, R. albus merupakan mikroba selulolitik dengan populasi terendah dibandingkan R. flavefaciens danF.succinogenes (Zakariah,M.A.2012).
VFA yang dihasilkan sebagian langsung diserap melalui dindingrumen dan sebagian lagi diserap dalam omasum dan abomasums dimana VFA tersebutdiantaranya terdiri atas asam asetat (C2), asam propionat (C3), asam butirat (C4), valerat dan format.
VFA yang dihasilkan 75% dari total tersebut akan diserap di dalam rumen-retikulum (yang kemudian masuk ke dalam darah), 25% diserap didalam omasum dan abomasum, dan 5% akan diserapdi usus. Sistem pencernaan ruminansia sangat tergantung pada perkembangan populasi mikroba yang mendiami rumen dalam mengolah setiap bahan pakan yang dikonsumsi dimana mikroba tersebut berperan sebagai pencerna serat dan sumber protein (Arum,I.dkk. 2013).
proses degradasi dan fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
a.                            Hidrolisis ekstraseluler dari karbohidrat kompleks (selulosa, hemiselulosa, pektin) menjadi oligosakarida rantai pendek terutama disakarida (selobiosa, maltosa, pentosa) dan gula-gula sederhana.
b.                            Pemecahan oligosakarida dan gula-gula sederhana menjadi VFA oleh aktifitas enzim intraseluler. Asam lemak terbang (VFA) yang dominan (Asetat, Propionat, dan butirat) akan diserap melalui diding rumen, masuk kedalam sirkulasi darah dan di transportasikan ke jaringan tubuh ternak sebagai sumber energi (70-75%).
c.                            Pembentukan Asam Lemak Terbang.
Menurut Prihantoro,I,dkk(2012) menyatakan bahwa glukosa yang difermentasi menjadi VFA dapat sebagian besar berupa asetat, propionate dan butirat serta gas CH4 dan CO2. Menurut Prihartini,I dan khusnul,K(2011) menyatakan bahwa faktor yang diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi oleh mikroba rumen adalah kondisi mendekati anaerob dengan pH pada 6-7.
Volatile Fatty Acid (VFA) atau disebut juga asam lemak terbang yang dihasilkan dari fermentasi dalam rumen digunakan sebagai sumber energi utama pada ternak ruminansia. Anonymous(2012) menyatakan bahwa dari total VFA rumen, proporsi molar asetat, propionat dan butirat sekitar 95% dimana proses fermentasi dalam rumen menghasilkan asam asetat (C2) paling banyak sekitar 50-70%, diikuti oleh asam propionat (C3) berkisar antara 17-21%, asam butirat (C4) diproduksi sekitar14-20% dari VFA total, serta asam valerat (C5) dan asam format hanya terbentuk dalam jumlah kecil. Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan. Ini berarti bahwa konsentrasi VFA tersebut mengindikasikan mudah tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen.
Komposisi VFA di dalam rumen dapat berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf dan frekuensi pemberian pakan serta pengolahan dimana produksi VFA yang tinggimerupakan petunjuk kecukupan energi bagi ternak. Kisaran produksi VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 mM sampai 160 mM dengan titik optimumnya 110 mM (Suryapratama,W dan FM.Suhartati.2011). Produksi VFA juga dapat dipengaruhi oleh protozoa melalui mekanisme pencernaan partikel pati sehingga VFA menjadi rendah dan rasio butirat : propionat dari 0,5 menjadi 1,7.
Produksi gas metan akan semakin meningkat apabila proporsi asetat dan butirat dalam fermentasi rumen lebih tinggi dibandingkan propionate.
Hal ini dimungkinkan karena produksi asetat dan butirat dari glukosa akan menghasilkan H2 yang akan bersatu dengan CO2 menjadi CH4, sedangkan produksi propionate justru menurunkan produksi metan karena untuk menghasilkan propionate dibutuhkan Hyang berikatan dengan glukosa  (Prihantoro,I,dkk.2012).
Produksi tinggi membutuhkan energi yang tinggi, sehingga harus tersedia nutrien terlarut pada substrat yang dapat menghasilkan asam lemak terbang dalam bentuk propionat dalam proporsi yang lebih tinggi. Produksi gas dari pembentukan asam propionat lebih tinggi dibandingkan asam asetat. Produksi gas terjadi secara langsung dari fermentasi karbohidrat dan secara tidak langsung dari proses buffering.
Produk VFA memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing pada ternak. Misalnya asetat dan butirat memiliki kelebihan dalam hal menghasilkan energi dari dinding sel tanaman (selulosa maupun hemiselulosa) yang dapat digunakan oleh ternak ruminansia dimana butirat dapat berfungsi untuk menormalkan pertumbuhan sel (Anonymous.2012). sedangkan asetat memegang peranan penting dalam hal proporsi mencapai 70% dibanding produk VFA lainnya ketika pakan hijauan difermentasi dalam rumen. Namun asetat juga memiliki kekurangan yakni memproduksi panas (HI) yang paling tinggi diantara ketiga produk VFA tersebut dan butirat memiliki kelamahan dalam proporsi jumlah yang sedikit mencapai 5% dan bersama-sama dengan asetat menghasilkan H2 dalam proses pembentukannya sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan produksi gas metan yang menggunakan H2 tersebut dalam proses pembuatannya. Propionat memiliki keunggulan dalam menghasilkan panas yang lebih rendah dan mudah diserap serta memanfaatkan Hyang ada sebagai hasil samping produksi asetat dan butiratnamun hanya memiliki proporsi yang sedikit karena pada umumnya pakan ternak ruminansia sebagian besar berasal dari pakan hijauan bukan konsentrat. Pada umumnya produksi dan penggunaan Hdapat digunakan sebagai indicator untuk menentukan produksi gas metan oleh ternak ruminansia.


Menurut Zakariah,M.A(2012) stoikiometri fermentasi karbohidrat menjadi VFA dalam rumen yang terdiri dari 4 macam reaksi sebagai berikut:
1.      Heksosa menjadi acetat
2.      Heksosa menjadi propionat
3.      Heksosa menjadi butirat
4.     Heksosa menjadi metan
Ada berbagai hasil penelitian yang meneliti tentang produksi VFA pada ternak ruminansia berdasarkan jenis pakan maupun ransum yang diberikan. Berdasarkan hasil Anonymous(2012), melaporkan bahwa penambahan level SKN (Suplemen Kaya Nutrisi) pada pakan komplit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi gas dan biomassa protein mikroba dimana produksi gas dan biomassa protein mikroba yang dihasilkan berkisar 33,35-34,39 (ml/200 mg BK) dan 92,82– 110,79 mg. Namun perlakuan SKN (terdiri atas campuran agen defaunasi, ampas tahu, daun kembang sepatu, ampas teh, mineral Cu dan Zn organik serta kunyit) tersebut nyata meningkatkan konsentrasi VFA dan NH3. Konsentrasi VFA tertinggi dihasilkan pada perlakuan C (Jerami Sorgum 35% + Rumput lapang 35% + Konsentrat 20% + SKN 10%) yaitu 74,03 mM, diikutioleh perlakuan B (Jerami Sorgum 35% + Rumput lapang 35% + Konsentrat 25% + SKN5%) yaitu 67,50 mM dan terendah adalah perlakuan A (Jerami Sorgum (S) 35% + RumputLapang 35% + Konsentrat 30%) yaitu 56,68 mM. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penambahan suplemen kaya nutrisi mampu meningkatkan produksi VFA dalam rumen ternak sapi dan dapat menggantikan proporsi konsentrat sebesar 10 % dalam ransum. Adanya peningkatan produksi VFA dengan penambahan SKN diduga diakibatkan oleh adanya pencampuran bahan pakan yang cukup seimbang terutama dalam hal ini mampu meningkatkan proporsi ketersediaan nitrogen dan kerangka karbon dalam ransum serta mineral yang dibutuhkan mikroba dan juga penurunan populasi protozoa oleh agen defaunasi yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi bakteri pencerna serat.




SIMPULAN
Serat kasar pada ruminansia akan didegradasi dalam rumen dengan bantuan bakteri, protozoa, dan jamur. Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi yang akan menghasilkan produk berupa VFA oleh mikrobia selulolitik dalam rumen.

SARAN
Perlu menggunakan pakan yang rendah kandungan serat kasar bagi konsumsi utama ternakruminansia maupun menggunakan pakan berserat kasar tinggi yang telah diolah terlebih dahulu dengan teknik pengolahan pakan silase maupun amoniasi sertasuplementasi pakan dengan kombinasi bahan pakan lainnya dalam ransum.

















DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2012.Biodegradasi rumen dalam menghasilkan VFA. (online); http://www.academia.edu/5028047/Respirasi_Aerob_dan_Biodegradasi_Rumen_Dalam_Menghasilkan_VFA. Diakses pada sabtu, 24 mei 2014.
Arum,I.,Sri,R dan muhamad,B.2013.Pengaruh pemberian ekstrak daun waru (Hibiscus tiliaceus) pada pakan sapi potong lokal terhadap produksi vfa total dan nh secara in vitro.Jurnal Ilmiah Peternakan.1(1):31-38.
Prihantoro,I,dkk.2012.Potensi Bakteri Pencerna Serat Asal Rumen Kerbau yang Diinokulasikan pada Pedet Frisian Holstein Selama Periode Prasapih.JITV.17(4):297-309.
Prihartini,I dan khusnul,K.2011.Produksi probiotik rumen berbasis bakteri Lignochloritik dan aplikasinya Pada ternak sapi perah.Gamma.7(1):27–31.
Suryapratama,W dan FM.Suhartati.2011.Pengaruh Suplementasi Asam Lemak Bercabang terhadap Koloni Bakteri Rumen dan Sel Protozoa.Animal Production.11(2): 129134.
Zakariah,M.A.2012. Penggunaan hijauan makanan ternak yang tepat untuk Pengembangan peternakan di indonesia.Fakultas peternakan universitas gadjah mada.(online):tidak dipublikasikan. Diakses pada sabtu, 24 mei 2014.








SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar