pengawetan bahan pakan

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pengawetan Bahan Pakan
Pengawetan merupakan suatu teknologi pengawetan baik secara basah maupun kering yang dapat memperpanjang daya simpan tanpa mengurangi nilai nutrisi yang terkandung pada bahan pakan tersebut. Pengolahan dan pengawetan pakan dilakukan untuk optimalisasi pemanfaatan potensi pakan lokal dan limbah pertanian/perkebunan serta menjamin ketersediaan pakan secara terus menerus. Teknologi pengolahan dan pengawetan pakan yang diterapkan antara lain : pencacahan, hay, silase, pakan fermentasi, teknik penyimpanan dan penyajian pakan. Penerapan teknologi pengolahan dan pengawetan pakan yang dikombinasikan dengan teknik penyimpanan dan penyajian pakan mampu menjamin kontiniuitas ketersediaan hijauan pakan sehingga memberi peluang bagi peternak untuk berusaha dalam skala yang lebih besar dan bisa meningkatkan efisiensi usaha peternakan (Adrial dan Saleh Mokhtar. 2013).
2.      Macam-Macam Pengawetan Bahan Pakan
Pengawetan bahan pakan ternak dapat dilakukan dengan cara basah maupun kering. Adapun pengawetan secara basah yaitu : silase, Jerami Amoniasi Basah, Fermentasi.
Sedangkan pengawetan bahan pakan secara kering yaitu : Hay, Jerami Amoniasi Kering.
3.      Silase
Teknologi silase adalah teknologi fermentasi yang biasa digunakan untuk mengawetkan hijauan makanan ternak secara anaerob yang kadar airnya sangat tinggi sekitar 60-70%.
Adapun Praktek produksi silase meliputi:
a.     Pengumpulan pucuk daun jagung atau rumput lain.
b.    Pencacahan / pemotongan hijauan sepanjang 3-5 cm.
c.     Penimbangan hijauan, tetes, atau sarter lain.
d.    Proses pembuatan silase hijauan.
e.     Evaluasi.

Ciri-ciri silase yang baik adalah : rasa dan bau asam, warna masih hijau, tekstur hijauannya masih jelas seperti aslinya, tidak berjamur, tidak berlendir dan tidak menggumpal, secara laboratoris banyak mengandung asam laktat, kadar N (amonia) rendah yaitu kurang dari 10%, tidak mengandung asam butirat, dengan pH rendah 3,5 – 4. Pakan yang gagal menjadi silase akan berbau busuk dan menghitam (Rahmansyah, M, dkk. 2013).
Adrial dan Saleh Mokhtar (2013) menjelaskan bahwa Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang. Kualitas dan nilai nutrisi silase dipengaruhi sejumlah faktor seperti spesies tanaman yang dibuat silase, fase pertumbuhan dan kandungan bahan kering saat panen, mikroorganisme yang terlibat dalam proses dan penggunaan bahan tambahan (additif).
Adapun keuntungan dari pembuatan silase ini antara lain adalah : (1) Dapat mengatasi kekurangan pakan ternak di musim kemarau panjang atau musim paceklik. (2) Untuk menampung kelebihan produk hijauan makanan ternak atau untuk memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik, tetapi belum dipergunakan.  (3) Mendayagunakan hasil sisa pertanian atau hasil ikutan pertanian Apabila proses pembuatan silase ini berjalan baik, maka silase ini dapat disimpan dan bisa bertahan 2-3 tahun (Subekti, E. 2009).
pengolahan HMT dengan cara silase yang telah dimodifikasi dengan menggunakan bahan tetes dan juga memanfaatkan katalisator mikroba efektif yang sudah dijual bebas di pasaran seperti EM-4, atau M-Bio atau Starbio Untuk mempercepat kondisi asam, ditambahkan inokulum mikroba obligat anaerob yang dikultur dengan bahan tetes. Kondisi tanpa gangguan udara luar menyebabkan hijauan yang diawetkan ini akan tahan disimpan selama maksimal 3 tahun. Bila ada kebocoran atau sudah sempat dibuka, maka produk hijauan silase ini harus habis paling lama 2 minggu atau dikeringkan sampai kadar air <15% agar tetap awet / tidak busuk. Teori metode silase modifikasi dilakukan pada hijauan yaitu rumput diganti dengan pucuk daun jagung yang dicampur dengan tetes 2,5% dan diberi katalis bakteri asam laktat sebanyak 2,5% juga. Lama proses dipersingkat menjadi hanya 1 minggu ( Erowati, D.A. 2000).
4.      Hay
Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain dengan kadar air 15-20%. Tujuan dari pembuatan hay ini adalah Untuk dapat menyediakan pakan untuk ternak pada saat-saat tertentu. Misalnya dimasa paceklik dan bagi ternak selama dalam perjalanan. Selain itu Untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik,  tetapi pada saat itu belum dimanfaatkan.  Prinsip dari proses pembuatan hay ini adalah menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu yang singkat, baik dengan panas matahari ataupun panas buatan (Subekti, E. 2009).
Hal ini juga didukung denga penjelasan Adrial dan Saleh Mokhtar (2013) bahwa Hay merupakan hijauan makanan ternak yang diawetkan dengan cara dikeringkan yang mempunyai kandungan bahan kering 80-85%, warna tetap hijau dan tidak berbau apik. Prinsip pembuatan hay adalah menurunkan kadar air hijauan secara bertahap tetapi berlangsung dengan cepat. Tujuan menurunkan kadar air adalah agar sel-sel hijauan tersebut cepat mati dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme sehingga tidak terjadi proses kimia baik berupa respirasi maupun fermentasi yang dapat menghasilkan panas.
Pembuatan Hay bisa dilkukan dengan cara berikut yaitu :
1). Pencoperan dan Penimbangan rumput hijauan yang dipotong sebelum masa generatif sehingga kandungan nutrisinya tinggi.
2). Dikeringkan selama 1 hari atau sampai kadar air menjadi 15-20%.
3). Dipress atau dicetak dengan bentuk tertentu.
4). Disimpan pada tempat yang kelembapan rendah.
Ciri-ciri hay yang baik adalah warna hijau kekuningan, tidak banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas dan tidak kotor atau berjamur, serta tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan.
5.      Jerami Amoniasi
Teknik amoniasi termasuk perlakuan alkali yang dapat meningkatkan daya cerna jerami padi. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk melemahkan ikatan lignoselulosa dan silika yang menjadi faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami padi. Nitrogen yang berasal dari urea yang meresap dalam jerami mampu meningkatkan kadar amonia di dalam rumen sehingga tersedia substrat untuk memperbaiki tingkat dan efisiensi sintesis protein oleh mikroba.
kandungan protein kasar jerami padi rendah (3-5%), serat kasarnya tinggi (>34%), kekurangan mineral, ikatan lignoselulosanya kuat dan kecernaannya rendah. Menurut Preston dan Leng (1987), rendahnya nilai nutrisi jerami padi disebabkan oleh kadar protein, kecernaan, mineral esensial dan vitamin yang rendah, serta kadar serat kasar yang tinggi. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas jerami padi dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai cernanya melalui pemecahan ikatan kompleks lignoselulosa baik secara kimia, fisika, biologi maupun kombinasinya.
jerami padi yang diberi perlakuan urea 4% dan disimpan selama 4 minggu terjadi peningkatan daya cerna dari 35% menjadi 43,6% dan kandungan nitrogen total dari 0,48% menjadi 1,55%. Langkah yang coba dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah pertanian terutama jerami padi karena  jerami padi sering tidak dimanfaatkan bahkan terbuang. Melalui teknologi amoniasi dengan urea maka nilai gizi jerami masih dapat ditingkatkan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia khususnya sapi ( Trisnadewi, dkk.2011).
 
6.      Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Proses fermentasi juga telah dilakukan terhadap limbah tanaman jagung menggunakan Pleurotus flabelatus untuk fermentasi jerami jagung. Jamur Pleurotus merupakan jamur pembusuk putih (white rot fungi). Jamur ini dapat mengeluarkan enzim-enzim pemecah selulosa dan lignin sehingga kecernaan bahan kering jerami jagung akan meningkat. Selain itu juga dapat menggunakan Trichoderma virideae untuk memfermentasi tongkol jagung. Sebelum proses
fermentasi dilakukan, diperlukan mesin penghancur/ penggiling tongkol jagung sehingga diperoleh ukuran partikel tongkol jagung sebesar butiran biji jagung. Jamur Trichoderma termasuk jamur penghasil selulase sehingga banyak digunakan untuk memfermentasi limbah-limbah pertanian. Tongkol dicampur dengan jamur Trichoderma dan dibiarkan selama 4 – 7 hari dalam tempat tertutup. Fermentasi biasanya akan meningkatkan nilai nutrisi atau nilai kecernaan bahan kering suatu bahan serta dapat pula menyebabkan bahan menjadi lebih palatabel bagi ternak ( Umiyasih, U. Dan Elizabeth, E. 2008).
KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil pembahasan dapat kita simpulkan bahwa :
Ø  Teknologi pengwetan bahan pakan bertujuan untuk memperpnjang masa simpan pada pakan ternak tersebut serta meningkatkan nilai gizi dan kecernaan dari bahan pakan.
Ø  Teknologi pengawetan bahan pakan dapat dilakukan secara kering maupun basah yaitu silase, hay, jerami urea amoniasi dan fermentasi.
Ø  Perlakuan jerami urea amoniasi dapat meningkatkan kandungan PK dari 3,45% menjadi 6,66%.
Ø  Perlakuan silase maupun hay tidak meningkatkan nilai gizi pada pakan namun meningkatkan palatabilitasnya.


DAFTAR PUSTAKA
Adrial dan Saleh Mokhtar. 2013. Penerapan Teknologi Pengolahan Dan Pengawetan Hijauan Pakan Di Lokasi Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3mi) Di Desa Kanamit Barat Kabupaten Pulang Pisau. BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN  LITKAJIBANGRAP. 1 (1) : 27-33.
Erowati, D.A. 2000. Penerapan Teknologi Silase Hijauan Makanan Ternak (Hmt)
Di Jombang Jawa Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan. 1 (2) : 184-188.
Subekti, E. 2009. KETAHANAN PAKAN TERNAK INDONESIA. Jurnal ilmu-ilmu pertanian MEDIAGRO. 5 (2) : 63-71.
Trisnadewi. Sumardani, B. R.tanama putri, I g. L. O. Cakra, dan I g. A. I. Aryani. 2011. Peningkatan Kualitas Jerami Padi Melalui Penerapan Teknologi Amoniasi Urea Sebagai Pakan Sapi Berkualitas Di Desa Bebalang Kabupaten Bangli. Udayana Mengabdi. 10 (2) : 72 – 74.

Umiyasih, U. Dan Elizabeth, E. 2008. Pengolahan Dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman Jagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTAZOA. 18 (3) : 127 – 136.
SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar