ULAT SUTERA

REPRODUKSI ULAT SUTERA
Makalah

Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Ilmu Produksi Aneka Ternak
Pembina : bapak Nur Cholis


http://dpm.ub.ac.id/wrp-con/uploads/2012/05/LOGO-UB-F-APET.jpg
 














Disusun Oleh :
Kelompok 3
1.           Siti Sunami                          (135050101111140)
2.           Fatmaoctavia. S                             (135050101111143)
3.           Imam Bakhtiar S                  (135050101111152)
4.           Corry Ulun A                       (135050101111164)
5.           Winda Ayu P                       (135050101111167)
6.           Khurriyatun Nikmah           (135050101111171)



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG



KATA PENGANTAR
 
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya lah makalah mengenai Ulat sutra ( Bombyx mori ) ini dapat selesai tepat padawaktunya.. Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan terimakasih  pada rekan-rekan yang telah membantu khususnya kepada bapak Nur Cholis selaku dosen mata kuliah ilmu produksi aneka ternak yangtelah membimbing serta memberikan ilmu mengenai segala hal yang berkaitan dengan produksi aneka ternak.
 Selain itu kami mengucapkan terimakaih kepada pihak lain yang telah berperan, sehingga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan pengetahuan  baru bagi penulis  maupun pembaca. Dalam penulisannya makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.Maka dalam kesempatan ini kami memohon maaf atas segala keterbatasan yang terdapat dalam makalah. Namun besar harapan kami dari makalah ini yaitu semoga makalah ini dapat menjadi sumber ilmu bagi penulis maupun pembaca untuk saat ini dan nanti.






Malang, 26 september 2014


Penulis






BAB 1
1.1       Pendahuluan
Ulat  sutera  (Bombyx  mori  L.)  merupakan  salah  satu  jenis  serangga  yang  mempunyai  nilai ekonomi  tinggi.  Ulat  sutera  tersebut  sebagai  produsen serat sutera yang berguna untuk tekstil, benang  bedah  dan  parasut  berkualitas  tinggi  dan  belum  bisa  terkalahkan  oleh  serat  sutera  buatan.  klasifikasi dari Bombyx mori L. sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda       
Sub Filum        : Mandibulata      
Klass                : Insecta
Sub Klass        : Pterygota
Ordo                : Lepidoptera       
Family             : Bombycidae      
Genus              : Bombyx      
Spesies             : Bombyx mori L.
Pakan  ulat  sutera  perlu  diperhatikan  dalam pemeliharaan  ulat  sutera.  Sumber  pakan  ulat  sutera harus selalu tersedia setiap saat ketika larva membutuhkan. Pertumbuhan larva, perkembangan larva  dan  reproduksinya  tergantung  dari kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Ulat sutera yang memakan daun murbei    akan menghasilkan kokon  dengan  karakter  sutera  yang  berkualitas.
Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei (Morus sp.). Ulat sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih, serta berbulu. Ulat sutera dapat melalukan molting (berganti kulit) pada saat memasuki instar baru. Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala memiliki antenna yang terdiri dari tiga segmen pendek, dan bagian mulut terletak ke bawah dan di depan wajah yang terdiri dari sepasang rahang dengan maksila dengan labrum dan labium. Pada bagian perut terdiri dari tiga segmen dengan sepasang spirakel dan tiga pasang kaki toraks.


1.2       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana siklus hidup atau proses reproduksi ulat sutera?
2.      Bagaimana pengaruh dari daun murbei terhadap reproduksi ulat sutera?
3.      Bagaimana karakteristik bibit yang bagus dalam perkembangan ulat sutera?
1.3       Tujuan
1.      Mengetahui bagaimana siklus hidup atau proses reproduksi ulat sutera.
2.      Mengetahu hal apa saja yang bisa berpengaruh pada aktivitas reproduksi ulat utera.
3.      Mengetahui bagaimana karakteristik dari bibit yang bagus untuk perkembangan ulat sutera.






















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Siklus Hidup Ulat Sutra
Ulat  keluar  dari  telurnya  dengan  menggigit  dan  merusak  kulit  telur  yang biasanya  terjadi  pada  pagi  hari.  Ulat  yang  baru  menetas  mempunyai  panjang tubuh  sekitar  3  mm  dan  bobot  tubuh  sekitar  0,5  mg.  Setelah  itu  ulat  hidup dengan  memakan  daun  murbei  dan  berganti  kulit  sebanyak  4  kali  selama  4 minggu.  menjadi  ulat  yang  matang  dan  mulai  membuat  kokon.   Pada  saat berganti  kulit.  ulat  tidak  makan  dan  periode  makan  disebut  instar.  Periode makan pertama disebut instar pertama dan seterusnya sampai dengan instar 5. Bobot  ulat  selama  24-25  hari  meningkat  sampai  dengan  10.000  kali.  Kokon selesai  dalam  waktu  2-3  hari.  Panjang  serat  yang  dihasilkan  per  kokon  adalah 1.000  -  1.500  m  dengan  diameter  0,002  mm.  Ulat  berubah  menjadi  pupa  di dalam  kokon  selama  2-3  hari  berikutnya.  Ngengat  atau  "kupu"  keluar  dari kokon  10  hari  setelah  hidup  sebagai  pupa.  Ngengat  akan  keluar  pagi  hari  dan kawin pada hari yang sama dan betina bertelur pada malam harinya atau pagi berikutnya. Dalam proses perkawinan akan melibatkan seekor betina dan 2 ekor jantan. Setelah bertelur ngengat menjadi lemah dan mati setelah 4-5 hari. Setiap  betina  menghasilkan  telur  sekitar  500-700  butir  dengan  bobot  telur  60 mg/100  butir.  Karena  ulat  sutera  berdarah  dingin,  maka  kecepatan pertumbuhannya  sangat  tergantung  kepada  kondisi  lingkungan  tempat  hidupnya,  sehingga  lamanya  periode  larva,  pupa  dan  ngengat  tersebut  tidak selalu sama. Berat kelenjar sutera 5% dari bobot tubuh ulat instar 5 awal dan meningkat terus menjadi 40-45% pada saat ulat matang dan siap mengokon.

 Berikut ini lama dari setiap instar:
·         Instar 1 : 2 hari 13 jam,dihitung saat telur menetas sampai istirahat 1.
·         Instar 2 : 2 hari 2 jam, dihitung setelah istirahat 20 jam pada instar 1
·         Instar 3 : 2 hari 14 jam, dihitung setelah istirahat 2(20 jam)
·         Instar 4 : 3 hari 16 jam, dihitung setelah istirahat ke 3 (24 jam)
·         Instar 5 : 8 hari 5 jam, dihitung setelah istirahat lamanya 1 hari 13 jam, pada tahap ini ditandai ulat tidak mau makan.
Adapun perbedaan dari ulat sutera jantan maupun betina yaitu dengan melihat bagian abdominal, yaitu pada larva betina terdapat sepasang bintik pada segmen ke-11 dan segmen ke-12 yang disebut kuncup imaginal ishiwata. Sedangkan pada jantan terdapat sebuah bintik pada segmen ke-11 dan segmen ke-12 yang disebut kelenjar herold.

2.      Pemberian Pakan
Daun  murbei  mempunyai  pengaruh  yang  sangat  besar  tidak  hanya  terhadap nutrisi  ulat  tetapi  prosentase  benang  dan  kualitas  kokon. kelenjar sutera  di  dalam  tubuh  berkembang  sehingga  harus  diberi  daun  murbei  yang cukup  banyak.  Frekuensi  pemberian  pakan  tergantung  kepada  tenaga  kerja yang  tersedia.  biasanya  3-4  kali  sehari.  Jumlah  kebutuhan   pakan  pada  stadia ini hampir 90% dari jumlah kebutuhan pakan seluruh instar. Jumlah daun yang diberikan pada sore hari harus 2x dari jumlah yang diberikan pada siang hari Dibandingkan  dengan  ulat  kecil.  pada  stadia  ulat  besar  ini  ketuaan  daun  yang dipergunakan  lebih  bervariasi.  Biasanya  bila  cabang  tersebut  sehat,  semua daun  kecuali  daun  yang  hampir  jatuh  dapat  dipergunakan.  Pengambilan  daun sebaiknya pada pagi atau sore hari, seperti pada stadia ulat kecil. Selama masa antara  pengambilan  daun  dan  pemberian  pakan,  batang  sebaiknya  diletakkan berdiri  bersandar  pada  dinding  dan  dibasahi  dengan  disemprot  air  atau dibungkus  dengan  kain  basah. 
Ketika ulat mendekati ganti kulit.  ulat akan mengurangi makan dan tubuh akan mengkilat. Agar ulat dapat ganti kulit di tempat yang bersih, maka pembersihan tempat  perlu  dilakukan.  Bila  90%  dari  ulat  sedang  ganti  kulit.  kapur  perlu ditaburkan  sehingga  tempat  pemeliharaan  ulat  kering  dan  ulat  yang  selesai ganti kulit terlebih dahulu tidak makan. Bila sudah 100% ulat selesai ganti kulit dan  warna  kepala  berubah  menjadi  coklat  tua  maka  ulat  siap  untuk  diberi makan. Lamanya masa makan tergantung dari temperatur.  perbedaan dapat mencapai 1-2 hari antara temperatur 18°C dan 26°C. Pemisahan antara yang lambat dan cepat  pertumbuhannya  dilakukan  pada  saat  ganti  kulit  ke  4  atau  pada pemberian  pakan  pertama  instar  5.   Bila  50%  ulat  sudah  bangun  dipisahkan menjadi yang dahulu dan sisanya diberi makan lebih lambat. Perbedaan antara kedua  ini  akan  meningkat  bila  yang  lebih  dulu  mendapatkan  kondisi  yang hangat. Sebaiknya ulat yang lambat diletakkan pada daerah yang mendapatkan akses  temperatur  lebih  tinggi  dalam  ruang  pemeliharaan  sehingga pertumbuhan akan lebih cepat dan ulat akan matang pada waktu yang  hampir bersamaan dengan yang cepat. Pada  penggunaan  rak  ulat.
Makanan  pertama pada  instar  pertama  (hakitate)  terlebih  dahulu dilakukan  desinfeksi  tubuh  ulat  dengan  bubuk kaporit  5%  dicampur  95%  kapur  yang  ditaburkan sebanyak satu gram per 0,1 m2 untuk ulat instar I, ulat  instar  II  sebanyak  2  gram  dan  ulat  instar  III sebanyak  3  gram.  Desinfeksi  tubuh  ulat  instar  IV dan  V  dilakukan  dengan  menggunakan  bubuk kaporit  10%  dicampur  90%  kapur.  Banyaknya campuran  yang  ditaburkan  adalah  50  sampai  60 gram  setiap  m2.  Desinfeksi  dilakukan  setelah setiap  kali  ulat  berganti  kulit  dan  sebelum pemberian makan.

3.      Faktor yang mempengaruhi reproduksi
1.      Makanan
Kandungan nutrisi rendah.  kandungan air rendah bisa berasal dari musim atau transportasi  atau  fasilitas  tempat  penyimpanan  daun  yang  kurang  baik.  Daun jangan disimpan atau dibasahi selama musim kering atau hari panas. Juga daun harus bebas hama dan penyakit dan kekerasan daun harus disesuaikan dengan instar  ulat.  Ulat  kecil  perlu  makanan  yang  lunak  dan  kandungan  nutrisi  yang tinggi. Kekurangan  jumlah  daun  setiap  kali  waktu  makan.  Di  daerah  panas  yang bersuhu di atas 30°C ulat tidak bisa makan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu pemberian makan harus dikonsentrasikan pada waktu sore dan malam hari. Perbandingan jumlah pakan pada pagi hari dan sore hari serta hasil panennya.Tempat kurang luas sehingga pemberian pakan kurang efisien Temperatur tinggi membuat ulat tumbuh lebih cepat sehingga umur berkurang 2-3  hari  dan  daun  tidak  mencukupi.  Perlu  memberikan  jumlah  pakan  yang banyak dalam jangka waktu yang pendek Di daerah panas ulat dapat mudah tidur walaupun kekurangan pakan. Ulat akan tumbuh tidak seragam dan tidak kuat. Sebaiknya mendekati waktu tidur pakan  dikurangi  tetapi  jumlah  pemberiannya  ditambah  menjadi  2  kali.  Pada  suhu  diatas  30°C  ulat  bangun  kemudian  tidak  cepat  diberi  pakan  ulat  mudah  menjadi lemah.

2.      Kondisi iklim
Bila temperatur terlalu tinggi dan kondisi kering di dalam ruang ulat.  menanam pohon  di  sebelah  barat  rumah  ulat  atau  memasang  penaung  matahari.  Air  dapat  disemprotkan  ke  atap  rumah  atau  dinding  dan  lantai  pada siang hari. Jendela ventilasi dapat dibuat di atap rumah dan pemasangan kipas angin di dinding juga sangat membantu.
3.      Ruang Pemeliharaan Ulat
Faktor  yang  pertama  untuk  menstabilkan  hasil  adalah  bagaimana mempertahankan  ulat  bebas  hama  dan  penyakit.  Yang  kedua  bagaimana memelihara  ulat  supaya  kuat.  Untuk  itu  ruang  pemeliharaan  harus  terhindar secara  penuh  dari  hama  dan  pengawasan  untuk  meminimalkan  perbanyakan penyakit. Perbanyakan penyakit dapat terawasi pada ruangan yang mempunyai aerasi  yang  baik.  temperatur  dan  kelembaban  tidak  terlalu  tinggi  dan  mudah dibersihkan. Dalam waktu yang sama ulat dapat tumbuh dengan sehat.
4.       Temperatur dan Kelembaban
Pertumbuhan  ulat  akan  terlambat  bila  temperatur  dan  kelembaban  terlalu rendah.  Oleh  karena  itu.  penting  untuk  mempertahankan  temperatur  dan kelembaban  optimum  untuk  pertumbuhan  normal. Perbedaan  temperatur  akan  mempengaruhi  masa  makan  1  -  2  hari  dan temperatur  yang  rendah  pada  instar  4  akan  menghasilkan  kokon  yang  tidak baik  dan  produktivitas  rendah.  Untuk  mendapatkan  temperatur  dan kelembaban optimum. beberapa cara di bawah ini perlu diikuti.

4.      Inkubasi Telur/Bibit Ulat Sutra
            Bibit ulat sutera yang akan dibudidayakan diperoleh dari produsen bibit ulat sutera dalam bentuk telur. Telur ulat sutera yang berukuran sangat kecil, yaitu lebar sekitar 1 mm, panjang 1,3 mm, tebal 0,5 mm dan berat sekitar 0,5 mg menjadikannya sangat rentan sehingga perlu penanganan yang tepat dalam proses penetasan.
Proses penetasan ulat sutera dilakukan dengan melakukan inkubasi pada telur. Inkubasi telur adalah masa perkembangan telur sebelum menetas. Pada proses inkubasi lingkungan dikondisikan sedemikian rupa untuk merangsang penetasan telur ulat sutera. Agar diperoleh presentase penetasan yang tinggi dan penetasan yang serempak, maka temperatur dan kelembapan ruangan inkubasi harus diatur agar mencapai kondisi yang ideal.
Sebelum melakukan proses inkubasi pada telur ulat sutera, terlebih dahulu perlu diketahui ciri-ciri telur yang dapat menetas. Ciri- ciri tersebut adalah :
·        Telur ulat sutera mengalami beberapa tahap perkembangan dan pertumbuhan embrio yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada telur selama masa inkubasinya. Telur yang mengalami perubahan warna memiliki kemungkinan besar untuk dapat menetas.
·         Telur yang baru dikeluarkan oleh induknya berwarna kuning muda pada saat pertama diletakan.
·        Setelah treatment (perlakuan), warna telur berangsur berubah menjadi kuning tua, kemudian berwarna coklat muda, coklat tua, hitam, abu-abu tua, abu-abu muda. Dua hari sebelum penetasan terdapat bintik biru pada bagian ujung telur yang lancip ( keadaan ini dinamakan “blue head” atau bintik biru )
·        Telur yang tidak mengalami pembuahan oleh sperma dari induk jantan warnannya tetap kuning muda dan tidak terjadi perubahan warna karena tidak ada pertumbuhan embrio.

Telur ulat sutera yang memiliki kriteria seperti yang telah disebutkan dapat langsung diberi perlakuan inkubasi telur untuk ditetaskan. Namun, apabila lokasi pemeliharaan ulat sutera cukup jauh dari lokasi produsen bibit ulat sutera, sebaiknya pembudidaya memperhatikan tanggal pemesanan , lama pengiriman, dan waktu penetasan telur. Telur yang dibeli dari produsen telur ulat yang terpercaya telah diberi perlakuan khusus sehingga dapat diketahui kapan waktu penetasannya yang biasanya tercantum dalam boks telur. Hal tersebut sangat penting dalam mengantisipasi agar telur ulat tidak menetas pada saat pengiriman.
Adapun cara inkubasi telur ulat sutera adalah sebagai berikut :
·        Selama inkubasi diperlukan temperatur ruangan 25oC dengan kelembapan 85 % dan pencahayaan 18 jam terang, 6 jam gelap. Untuk mengetahui kekuatan cahaya yang tepat dalam proses inkubasi yaitu diukur dengan kondisi manakala kita masih dapat membaca diruangan itu.
·        Telur yang diterima dari produsen dikeluarkan dari boksnya kemudian dipindahkan ke kotak penetasan yang lebih besar degnan ukuran 30 x 40 cm. Kemudian kotak tersebut dipasangkan jaring penetasan. Jika volume telur yang akan ditetaskan cukup banyak, semua kotak penetasan diletakan pada rak inkubasi. Untuk mengatur pencahayaan, jika perlu disekeliling kotak penetasan dipasang tirai berwarna hitam.
·        Untuk mempertahankan kelembapan dengan kadar 85%, kotak penetasan diletakan diatas kain basah.
·        Dua hari sebelum menetas (H-2), keadaan ruangan harus gelap total. Tirai ditutup, lampu ruangan dipadamkan.
·        Pada hari H tanggal menetas, agar penetasannya serempak, pagi-pagi sekali (pukul 05:00 ) , lampu ruangan dinyalakan dan tirai dibuka.
·        Sekitar pukul 8 pagi ulat yang baru menetas dan sudah berada diatas jaring penetasan, diangkat dari kotak penetasan. Lalu, ulat dipindahkan ke sasak pemeliahraan ulat untuk dilakuakan pemberian makan yang pertama kali (haketate).
·        Apabila masih ada telur yang belum menetas, telur-telur tersebut dikembalikan pada rak inkubasi dan ditunggu sampai menetas esok harinya.

Catatan : Ruangan serta peralatan inkubasi sebelumnya telah dilakukan desinfeksi dengan mempergunakan larutan formalin atau larutan kaporit dengan konsentrasi 2-5%.




Kesimpulan

1.      Ngengat  akan  keluar  pagi  hari  dan kawin pada hari yang sama dan betina bertelur pada malam harinya atau pagi berikutnya. Dalam proses perkawinan akan melibatkan seekor betina dan 2 ekor jantan.
2.      Faktor luar yang mempengaruhi reproduksi pada ulat sutra adalah makanan, kondisi iklim, ruang pemeliharaan ulat serta temperatur dan kelembaban.
3.      Proses penetasan ulat sutera dilakukan dengan melakukan inkubasi pada telur. Inkubasi telur adalah masa perkembangan telur sebelum menetas.



DAFTAR PUSTAKA

Anynomous.2012.ulat sutera.universitas sumatera utara(online):tidak dipublikasikan. diakses pada sabtu,20 september 2014.
Anynomous.2010.biologi ulat sutera.(online): tidak dipublikasikan. diakses pada sabtu,20 september 2014.
Nuraeni,S dan Beta,P.2012. aspek biologis ulatsutera (bombyx mori l.) dari dua sumber bibit di sulawesi selatan.jurnal perennial.vol.4(1): 10-17.
Nunuh,A.2012.serikultur budidaya sutera alam(online):tidak dipublikasikan. diakses pada sabtu,20 september 2014.
Widiyaningrum,P.2009.GroWtH performAnceAnd cocoon prodUction of silkWorm (Bombyx mori l) on different freQUencY of feedinG AndAGe of leAVes.berk,penel.hayati.vol.15:17-20.


SHARE

Unknown

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar