REPRODUKSI
ULAT SUTERA
Makalah
Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Ilmu Produksi Aneka
Ternak
Pembina : bapak Nur Cholis
Disusun
Oleh :
Kelompok
3
1.
Siti Sunami (135050101111140)
2.
Fatmaoctavia. S (135050101111143)
3.
Imam
Bakhtiar S (135050101111152)
4.
Corry
Ulun A (135050101111164)
5.
Winda
Ayu P (135050101111167)
6.
Khurriyatun
Nikmah (135050101111171)
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT karena berkat rahmat-Nya lah makalah mengenai Ulat sutra ( Bombyx
mori ) ini dapat selesai tepat padawaktunya..
Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan terimakasih pada rekan-rekan yang telah membantu
khususnya kepada bapak Nur Cholis selaku dosen mata kuliah ilmu produksi aneka
ternak yangtelah membimbing serta memberikan ilmu mengenai segala hal yang
berkaitan dengan produksi aneka ternak.
Selain itu kami mengucapkan terimakaih kepada
pihak lain yang telah berperan, sehingga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan pengetahuan
baru bagi penulis maupun pembaca.
Dalam penulisannya makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.Maka
dalam kesempatan ini kami memohon maaf atas segala keterbatasan yang terdapat
dalam makalah. Namun besar harapan kami dari makalah ini yaitu semoga makalah
ini dapat menjadi sumber ilmu bagi penulis maupun pembaca untuk saat ini dan
nanti.
Malang,
26 september 2014
Penulis
BAB
1
1.1 Pendahuluan
Ulat
sutera (Bombyx mori
L.) merupakan salah
satu jenis serangga
yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Ulat sutera
tersebut sebagai produsen serat sutera yang berguna untuk
tekstil, benang bedah dan
parasut berkualitas tinggi
dan belum bisa
terkalahkan oleh serat
sutera buatan. klasifikasi dari Bombyx mori L. sebagai
berikut:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Klass : Insecta
Sub Klass :
Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Family : Bombycidae
Genus : Bombyx
Spesies : Bombyx mori L.
Pakan
ulat sutera perlu
diperhatikan dalam pemeliharaan ulat
sutera. Sumber pakan
ulat sutera harus selalu tersedia
setiap saat ketika larva membutuhkan. Pertumbuhan larva, perkembangan
larva dan reproduksinya
tergantung dari kualitas dan
kuantitas pakan yang dikonsumsi. Ulat sutera yang memakan daun murbei akan menghasilkan kokon dengan
karakter sutera yang
berkualitas.
Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal
yang pendek dan memakan daun murbei (Morus sp.). Ulat sutera memiliki bentuk
tubuh yang berwarna putih, serta berbulu. Ulat sutera dapat melalukan molting
(berganti kulit) pada saat memasuki instar baru. Tubuh ulat sutera dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala
memiliki antenna yang terdiri dari tiga segmen pendek, dan bagian mulut
terletak ke bawah dan di depan wajah yang terdiri dari sepasang rahang dengan
maksila dengan labrum dan labium. Pada bagian perut terdiri dari tiga segmen
dengan sepasang spirakel dan tiga pasang kaki toraks.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
siklus hidup atau proses reproduksi ulat sutera?
2. Bagaimana
pengaruh dari daun murbei terhadap reproduksi ulat sutera?
3. Bagaimana
karakteristik bibit yang bagus dalam perkembangan ulat sutera?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
bagaimana siklus hidup atau proses reproduksi ulat sutera.
2. Mengetahu
hal apa saja yang bisa berpengaruh pada aktivitas reproduksi ulat utera.
3. Mengetahui
bagaimana karakteristik dari bibit yang bagus untuk perkembangan ulat sutera.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Siklus
Hidup Ulat Sutra
Ulat keluar
dari telurnya dengan
menggigit dan merusak
kulit telur yang biasanya
terjadi pada pagi
hari. Ulat yang
baru menetas mempunyai
panjang tubuh sekitar 3 mm dan
bobot tubuh sekitar
0,5 mg. Setelah
itu ulat hidup dengan
memakan daun murbei
dan berganti kulit
sebanyak 4 kali
selama 4 minggu. menjadi
ulat yang matang
dan mulai membuat
kokon. Pada saat berganti
kulit. ulat tidak
makan dan periode
makan disebut instar.
Periode makan pertama disebut instar pertama dan seterusnya sampai
dengan instar 5. Bobot ulat selama
24-25 hari meningkat
sampai dengan 10.000
kali. Kokon selesai dalam
waktu 2-3 hari.
Panjang serat yang
dihasilkan per kokon
adalah 1.000 - 1.500
m dengan diameter
0,002 mm. Ulat
berubah menjadi pupa
di dalam kokon selama
2-3 hari berikutnya.
Ngengat atau "kupu" keluar
dari kokon 10 hari
setelah hidup sebagai
pupa. Ngengat akan
keluar pagi hari
dan kawin pada hari yang sama dan betina bertelur pada malam harinya
atau pagi berikutnya. Dalam proses perkawinan akan melibatkan seekor betina dan
2 ekor jantan. Setelah bertelur ngengat menjadi lemah dan mati setelah 4-5
hari. Setiap betina menghasilkan
telur sekitar 500-700
butir dengan bobot
telur 60 mg/100 butir.
Karena ulat sutera
berdarah dingin, maka
kecepatan pertumbuhannya sangat tergantung
kepada kondisi lingkungan
tempat hidupnya, sehingga
lamanya periode larva,
pupa dan ngengat
tersebut tidak selalu sama. Berat
kelenjar sutera 5% dari bobot tubuh ulat instar 5 awal dan meningkat terus
menjadi 40-45% pada saat ulat matang dan siap mengokon.
Berikut ini
lama dari setiap instar:
·
Instar 1 : 2 hari 13 jam,dihitung
saat telur menetas sampai istirahat 1.
·
Instar 2 : 2 hari 2 jam, dihitung
setelah istirahat 20 jam pada instar 1
·
Instar 3 : 2 hari 14 jam, dihitung
setelah istirahat 2(20 jam)
·
Instar 4 : 3 hari 16 jam, dihitung
setelah istirahat ke 3 (24 jam)
·
Instar 5 : 8 hari 5 jam, dihitung
setelah istirahat lamanya 1 hari 13 jam, pada tahap ini ditandai ulat tidak mau
makan.
Adapun perbedaan dari ulat sutera jantan maupun betina
yaitu dengan melihat bagian abdominal, yaitu pada larva betina terdapat
sepasang bintik pada segmen ke-11 dan segmen ke-12 yang disebut kuncup imaginal
ishiwata. Sedangkan pada jantan terdapat sebuah bintik pada segmen ke-11 dan
segmen ke-12 yang disebut kelenjar herold.
2. Pemberian Pakan
Daun
murbei mempunyai pengaruh
yang sangat besar
tidak hanya terhadap nutrisi ulat
tetapi prosentase benang
dan kualitas kokon. kelenjar sutera di
dalam tubuh berkembang
sehingga harus diberi
daun murbei yang cukup
banyak. Frekuensi pemberian
pakan tergantung kepada
tenaga kerja yang tersedia.
biasanya 3-4 kali
sehari. Jumlah kebutuhan
pakan pada stadia ini hampir 90% dari jumlah kebutuhan
pakan seluruh instar. Jumlah daun yang diberikan pada sore hari harus 2x dari
jumlah yang diberikan pada siang hari Dibandingkan dengan
ulat kecil. pada
stadia ulat besar
ini ketuaan daun
yang dipergunakan lebih bervariasi.
Biasanya bila cabang
tersebut sehat, semua daun
kecuali daun yang
hampir jatuh dapat
dipergunakan. Pengambilan daun sebaiknya pada pagi atau sore hari,
seperti pada stadia ulat kecil. Selama masa antara pengambilan
daun dan pemberian
pakan, batang sebaiknya
diletakkan berdiri bersandar pada
dinding dan dibasahi
dengan disemprot air
atau dibungkus dengan kain
basah.
Ketika ulat mendekati ganti
kulit. ulat akan mengurangi makan dan
tubuh akan mengkilat. Agar ulat dapat ganti kulit di tempat yang bersih, maka
pembersihan tempat perlu dilakukan.
Bila 90% dari
ulat sedang ganti
kulit. kapur perlu ditaburkan sehingga
tempat pemeliharaan ulat
kering dan ulat
yang selesai ganti kulit terlebih
dahulu tidak makan. Bila sudah 100% ulat selesai ganti kulit dan warna
kepala berubah menjadi
coklat tua maka
ulat siap untuk
diberi makan. Lamanya masa makan tergantung dari temperatur. perbedaan dapat mencapai 1-2 hari antara
temperatur 18°C dan 26°C. Pemisahan antara yang lambat dan cepat pertumbuhannya dilakukan
pada saat ganti
kulit ke 4
atau pada pemberian pakan
pertama instar 5.
Bila 50% ulat
sudah bangun dipisahkan menjadi yang dahulu dan sisanya
diberi makan lebih lambat. Perbedaan antara kedua ini
akan meningkat bila
yang lebih dulu
mendapatkan kondisi yang hangat. Sebaiknya ulat yang lambat
diletakkan pada daerah yang mendapatkan akses
temperatur lebih tinggi
dalam ruang pemeliharaan
sehingga pertumbuhan akan lebih cepat dan ulat akan matang pada waktu
yang hampir bersamaan dengan yang cepat.
Pada penggunaan rak
ulat.
Makanan pertama pada
instar pertama (hakitate)
terlebih dahulu dilakukan desinfeksi
tubuh ulat dengan
bubuk kaporit 5% dicampur
95% kapur yang
ditaburkan sebanyak satu gram per 0,1 m2 untuk ulat instar I, ulat instar
II sebanyak 2 gram dan
ulat instar III sebanyak
3 gram. Desinfeksi
tubuh ulat instar
IV dan V dilakukan
dengan menggunakan bubuk kaporit
10% dicampur 90%
kapur. Banyaknya campuran yang
ditaburkan adalah 50
sampai 60 gram setiap
m2. Desinfeksi dilakukan
setelah setiap kali ulat
berganti kulit dan
sebelum pemberian makan.
3. Faktor yang
mempengaruhi reproduksi
1. Makanan
Kandungan nutrisi rendah. kandungan air rendah bisa berasal dari musim
atau transportasi atau fasilitas
tempat penyimpanan daun
yang kurang baik.
Daun jangan disimpan atau dibasahi selama musim kering atau hari panas.
Juga daun harus bebas hama dan penyakit dan kekerasan daun harus disesuaikan
dengan instar ulat. Ulat
kecil perlu makanan
yang lunak dan
kandungan nutrisi yang tinggi. Kekurangan jumlah
daun setiap kali
waktu makan. Di
daerah panas yang bersuhu di atas 30°C ulat tidak bisa
makan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu pemberian makan harus
dikonsentrasikan pada waktu sore dan malam hari. Perbandingan jumlah pakan pada
pagi hari dan sore hari serta hasil panennya.Tempat kurang luas sehingga
pemberian pakan kurang efisien Temperatur tinggi membuat ulat tumbuh lebih
cepat sehingga umur berkurang 2-3
hari dan daun
tidak mencukupi. Perlu
memberikan jumlah pakan
yang banyak dalam jangka waktu yang pendek Di daerah panas ulat dapat
mudah tidur walaupun kekurangan pakan. Ulat akan tumbuh tidak seragam dan tidak
kuat. Sebaiknya mendekati waktu tidur pakan dikurangi
tetapi jumlah pemberiannya
ditambah menjadi 2
kali. Pada suhu
diatas 30°C ulat
bangun kemudian tidak
cepat diberi pakan
ulat mudah menjadi lemah.
2. Kondisi
iklim
Bila temperatur terlalu tinggi dan kondisi kering di
dalam ruang ulat. menanam pohon di
sebelah barat rumah
ulat atau memasang
penaung matahari. Air
dapat disemprotkan ke
atap rumah atau
dinding dan lantai
pada siang hari. Jendela ventilasi dapat dibuat di atap rumah dan
pemasangan kipas angin di dinding juga sangat membantu.
3. Ruang
Pemeliharaan Ulat
Faktor
yang pertama untuk
menstabilkan hasil adalah
bagaimana mempertahankan
ulat bebas hama
dan penyakit. Yang
kedua bagaimana memelihara ulat
supaya kuat. Untuk
itu ruang pemeliharaan
harus terhindar secara penuh
dari hama dan
pengawasan untuk meminimalkan
perbanyakan penyakit. Perbanyakan penyakit dapat terawasi pada ruangan
yang mempunyai aerasi yang baik.
temperatur dan kelembaban
tidak terlalu tinggi
dan mudah dibersihkan. Dalam waktu
yang sama ulat dapat tumbuh dengan sehat.
4. Temperatur
dan Kelembaban
Pertumbuhan
ulat akan terlambat
bila temperatur dan
kelembaban terlalu rendah. Oleh
karena itu. penting
untuk mempertahankan temperatur
dan kelembaban optimum untuk
pertumbuhan normal. Perbedaan temperatur
akan mempengaruhi masa
makan 1 -
2 hari dan temperatur yang
rendah pada instar
4 akan menghasilkan
kokon yang tidak baik
dan produktivitas rendah.
Untuk mendapatkan temperatur
dan kelembaban optimum. beberapa cara di bawah ini perlu diikuti.
4. Inkubasi Telur/Bibit Ulat Sutra
Bibit ulat sutera yang akan dibudidayakan diperoleh
dari produsen bibit ulat sutera dalam bentuk telur. Telur ulat sutera yang
berukuran sangat kecil, yaitu lebar sekitar 1 mm, panjang 1,3 mm, tebal 0,5 mm
dan berat sekitar 0,5 mg menjadikannya sangat rentan sehingga perlu penanganan
yang tepat dalam proses penetasan.
Proses penetasan ulat sutera dilakukan dengan melakukan inkubasi pada telur. Inkubasi telur adalah masa perkembangan telur sebelum menetas. Pada proses inkubasi lingkungan dikondisikan sedemikian rupa untuk merangsang penetasan telur ulat sutera. Agar diperoleh presentase penetasan yang tinggi dan penetasan yang serempak, maka temperatur dan kelembapan ruangan inkubasi harus diatur agar mencapai kondisi yang ideal.
Proses penetasan ulat sutera dilakukan dengan melakukan inkubasi pada telur. Inkubasi telur adalah masa perkembangan telur sebelum menetas. Pada proses inkubasi lingkungan dikondisikan sedemikian rupa untuk merangsang penetasan telur ulat sutera. Agar diperoleh presentase penetasan yang tinggi dan penetasan yang serempak, maka temperatur dan kelembapan ruangan inkubasi harus diatur agar mencapai kondisi yang ideal.
Sebelum melakukan proses inkubasi
pada telur ulat sutera, terlebih dahulu perlu diketahui ciri-ciri telur yang
dapat menetas. Ciri- ciri tersebut adalah :
·
Telur ulat sutera mengalami beberapa tahap perkembangan dan pertumbuhan
embrio yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada telur selama masa
inkubasinya. Telur yang mengalami perubahan warna memiliki kemungkinan besar
untuk dapat menetas.
·
Telur yang baru dikeluarkan oleh induknya berwarna kuning muda
pada saat pertama diletakan.
·
Setelah treatment (perlakuan), warna telur berangsur berubah menjadi
kuning tua, kemudian berwarna coklat muda, coklat tua, hitam, abu-abu tua,
abu-abu muda. Dua hari sebelum penetasan terdapat bintik biru pada bagian ujung
telur yang lancip ( keadaan ini dinamakan “blue head” atau bintik biru )
·
Telur yang tidak mengalami pembuahan oleh sperma dari induk jantan
warnannya tetap kuning muda dan tidak terjadi perubahan warna karena tidak ada
pertumbuhan embrio.
Telur ulat sutera yang memiliki
kriteria seperti yang telah disebutkan dapat langsung diberi perlakuan inkubasi
telur untuk ditetaskan. Namun, apabila lokasi pemeliharaan ulat sutera cukup
jauh dari lokasi produsen bibit ulat sutera, sebaiknya pembudidaya
memperhatikan tanggal pemesanan , lama pengiriman, dan waktu penetasan telur.
Telur yang dibeli dari produsen telur ulat yang terpercaya telah diberi
perlakuan khusus sehingga dapat diketahui kapan waktu penetasannya yang
biasanya tercantum dalam boks telur. Hal tersebut sangat penting dalam
mengantisipasi agar telur ulat tidak menetas pada saat pengiriman.
Adapun cara inkubasi telur ulat
sutera adalah sebagai berikut :
·
Selama inkubasi diperlukan temperatur ruangan 25oC dengan kelembapan 85
% dan pencahayaan 18 jam terang, 6 jam gelap. Untuk mengetahui kekuatan cahaya
yang tepat dalam proses inkubasi yaitu diukur dengan kondisi manakala kita
masih dapat membaca diruangan itu.
·
Telur yang diterima dari produsen dikeluarkan dari boksnya kemudian
dipindahkan ke kotak penetasan yang lebih besar degnan ukuran 30 x 40 cm.
Kemudian kotak tersebut dipasangkan jaring penetasan. Jika volume telur yang
akan ditetaskan cukup banyak, semua kotak penetasan diletakan pada rak
inkubasi. Untuk mengatur pencahayaan, jika perlu disekeliling kotak penetasan
dipasang tirai berwarna hitam.
·
Untuk mempertahankan kelembapan dengan kadar 85%, kotak penetasan
diletakan diatas kain basah.
·
Dua hari sebelum menetas (H-2), keadaan ruangan harus gelap total. Tirai
ditutup, lampu ruangan dipadamkan.
·
Pada hari H tanggal menetas, agar penetasannya serempak, pagi-pagi
sekali (pukul 05:00 ) , lampu ruangan dinyalakan dan tirai dibuka.
·
Sekitar pukul 8 pagi ulat yang baru menetas dan sudah berada diatas
jaring penetasan, diangkat dari kotak penetasan. Lalu, ulat dipindahkan ke
sasak pemeliahraan ulat untuk dilakuakan pemberian makan yang pertama kali
(haketate).
·
Apabila masih ada telur yang belum menetas, telur-telur tersebut
dikembalikan pada rak inkubasi dan ditunggu sampai menetas esok harinya.
Catatan : Ruangan serta peralatan inkubasi sebelumnya telah dilakukan
desinfeksi dengan mempergunakan larutan formalin atau larutan kaporit dengan
konsentrasi 2-5%.
Kesimpulan
1.
Ngengat akan
keluar pagi hari
dan kawin pada hari yang sama dan betina bertelur pada malam harinya
atau pagi berikutnya. Dalam proses perkawinan akan melibatkan seekor betina dan
2 ekor jantan.
2.
Faktor luar yang mempengaruhi reproduksi pada ulat
sutra adalah makanan, kondisi iklim, ruang pemeliharaan ulat serta temperatur dan kelembaban.
3.
Proses penetasan ulat sutera dilakukan dengan melakukan inkubasi pada
telur. Inkubasi telur adalah masa perkembangan telur sebelum menetas.
DAFTAR
PUSTAKA
Anynomous.2012.ulat
sutera.universitas sumatera utara(online):tidak dipublikasikan.
diakses pada sabtu,20 september 2014.
Anynomous.2010.biologi
ulat sutera.(online): tidak dipublikasikan. diakses pada sabtu,20
september 2014.
Nuraeni,S dan
Beta,P.2012.
aspek
biologis ulatsutera (bombyx mori l.) dari dua sumber bibit di sulawesi selatan.jurnal
perennial.vol.4(1): 10-17.
Nunuh,A.2012.serikultur
budidaya sutera alam(online):tidak dipublikasikan. diakses pada
sabtu,20 september 2014.
Widiyaningrum,P.2009.GroWtH
performAnceAnd cocoon prodUction of silkWorm (Bombyx mori l) on different
freQUencY of feedinG AndAGe of leAVes.berk,penel.hayati.vol.15:17-20.
0 komentar:
Posting Komentar